Metode Pengomposan

Beberapa waktu lalu, SD SAIMS mendapatkan kunjungan dari Tim Penilai Adiwiyata Tingkat Provinsi Jawa Timur yang yang terdiri dari Bu Winarsih dan Bu Tita. Banyak hal baru yang kami dapat dari bimbingan beliau-beliau tersebut (kami menganggap hal tersebut sebagai kesempatan untuk belajar). Satu dari beberapa ilmu yang kami dapat adalah metode pengomposan.


Sekolah sebenarnya sudah melakukan tekhnik pengomposan yaitu dengan cara menimbun, takakura, dan menggunakan tong komposter. Disarankan oleh Bu Win bahwa sayang sekali jika metode pengajaran pada siswa hanya seperti itu, padahal sampah organik yang dihasilkan cukup berpotensi untuk dimanfaatkan. Muncullah metode gali tutup lubang di tanah dan pengomposan dengan komposter anaerob. Beberapa hari setelah itu barulah kami dapat mewujudkannya.


Berikut ini adalah beberapa metode pembuatan kompos yang dilakukan di sekolah.


1. Pengomposan menggunakan cara menimbun

Tekhnik ini sudah cukup lama dilakukan. Caranya adalah cukup dengan menimbun sampah organik dedaunan yang setiap hari diproduksi oleh tanaman-tanaman kami. Memang waktu yang dibutuhkan pada metode ini cukup lama karena kami tidak melakukan tindakan apapun pada timbunan daun tersebut dan juga ukuran daun yang bervariasi membuat proses penguraian menjadi lama. Hasil kompos ini dapat dilihat di dekat tempat parkir sebelah mess ustadzah.


Lalu kami mencoba membuat tempat baru yang berada di belakang kelas 1 dan green house. Agar cepat menjadi kompos, timbunan tersebut kami beri beberapa perlakuan yaitu membalik dedaunan sampai merata (sampai dasar) dan menyiraminya dengan EM (Effective Microorganism) 4 encer. Kelembaban merupakan faktor penting dalam semua pengomposan. Jadi kami harus membalik-balik dan menyiram dengan EM4 encer atau MOL Nasi encer buatan sendiri setiap 3-4 hari sekali. Lalu kami tutup timbunan tersebut dengan terpal agar kelembaban terjaga.
Mencampur Starter
Memilah sampah




Menyiram tumpukan daun

Menutup timbunan

Pengomposan Timbun



2. Pengomposan menggunakan tong komposter (aerob)


Tekhnik kedua ini biasanya dilakukan ketika anak-anak kelas 4 mengolah limbah hasil panen jagung (tahun ini kedelai). Tong ini memiliki 4 lubang samping dan sisi bawah juga berlubang (sebelumnya tidak) yang dihubungkan dengan pipa paralon pada bagian dalamnya. Bagian pipa yang menonjol keluar dihubungkan dengan sambungan L pipa menghadap ke bawah agar air hujan tidak masuk. 



Sampah organik dedaunan yang akan dimasukkan terlebih dahulu dipotong-potong kecil menggunakan gunting dan ditambah dedaunan kering yang ada lalu dimasukkan kedalam tong. Starter yang dipakai adalah EM4 yang sudah dicampur gula dan dedak. Larutan ini lalu dicampurkan kedalam sampah organik dan tunggu hingga matang (biasanya 3-4 bulan).

3.  Pengomposan Gali Tutup



Cara sederhana ini mungkin yang paling umum digunakan sejak jaman dulu. Kami membuat lubang 1 meter persegi dengan kedalaman sekira 20cm. Mungkin kurang dalam, namun bagi anak-anak yang membuatnya, kedalaman tersebut sudah cukup memadai. Kami lalu mengumpulkan dedaunan untuk kemudian dimasukkan ke dalam lubang. Beri bakteri starter dan tutup. Cek kelembaban tiap 3 hari sekali dan siram air bila perlu. Jika penuh, buat lubang di dekatnya dan lakukan cara serupa.










4. Pengomposan menggunakan keranjang takakura


Pernah kami mempraktikkan keranjang takakura untuk pengomposan. Sampah dapur dimasukkan kedalam keranjang yang sebelumnya diisi dengan kompos sebagai starter. Setelah agak penuh permukaannya, tambahkan kompos di atas sampah sampai tertutup semua agar tidak menimbulkan belatung. Kompos jadi 3-5 bulan. Cara sederhana ini jarang kami pakai karena tidak sebanding dengan volume sampah dapur yang diproduksi sekolah. Untuk itu baru-baru ini kami melakukan pengomposan dengan cara anaerob.






5. Pengomposan menggunakan tong komposter (anaerob)


Sampah organik sisa makanan katering makan siang di sekolah luar biasa bermanfaat. Kami memberi makan ikan lele dan ayam dengan sampah itu. Namun ternyata masih banyak siswa yang terbuang. Untuk itu beberapa waktu lalu kami menerapkan cara yang sudah digunakan Pak Sobirin di Bandung. Kami mempunyai komposter yang sisi dasarnya sudah diambil (bolong). Kami menanam komposter tersebut dalam tanah dan hanya menyisakan sekira 20cm dari mulut tong. Dikatakan anaerob karena tidak memerlukan udara dalam proses penguraiannya, sehingga kami menutup mulut tong tersebut dan hanya membukanya ketika akan memasukkan makanan. 



Memilah Sampah
Memasukkan Sampah
Menyiram dengan Starter


   


Bakteri starter yang kami pakai berasal dari MOL Nasi buatan sendiri atau juga EM4. Kami lalu mengisinya dengan sampah organik sisa makanan. Baru beberapa hari ternyata sudah terisi kira-kira seperempat bagian. Diharapkan musim kemarau ini dapat membantu mempercepat proses karena jika hujan, resapan air tanah akan naik dan mengangkat sampah ke permukaan.

Search This Blog